Pemerintah telah menyepakati empat kategori barang yang diizinkan untuk diimpor langsung melalui platform e-dagang dengan harga di bawah 100 dollar AS atau sekitar Rp 1,5 juta. Keempatnya adalah buku, film, musik, dan perangkat lunak. Langkah ini perlu kajian lebih lanjut agar tidak merugikan industri lokal.
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia, Arys Hilman Nugraha, Rabu (13/12/2023), di Jakarta, mengatakan, kesepakatan tersebut tidak akan terlalu berdampak ke industri penerbitan dalam negeri jika yang dimaksud adalah impor buku berbahasa asing. Selama ini, buku impor dan terbitan dalam negeri masing-masing memiliki pasar tersendiri.
Buku yang diimpor langsung secara fisik bisa saja hadir, tetapi buku alih bahasanya dapat tetap paling laku mengingat jumlah pembaca buku berbahasa asing di Indonesia masih terbatas. Persoalannya adalah jika buku yang dijual, termasuk dari luar negeri, melalui platform e-dagang adalah buku asing yang sudah diindonesiakan.
”Bagaimanapun, di sejumlah negara, antara lain China dan India, biaya produksi buku lebih rendah daripada di Indonesia, bahkan saat mereka mengekspornya ke Indonesia. Pembaca Indonesia sangat sensitif terhadap harga. Oleh karena itu, buku bajakan sangat laku apalagi harga jualnya hanya seperempat buku orisinal,” ujar Arys.
Menurut dia, ketika pemerintah menyepakati kategori buku boleh diimpor langsung lewat platform e-dagang dengan harga di bawah 100 dollar AS, hal itu akan membuka peluang bagi penerbit buku luar negeri untuk menerbitkan dan menjual langsung buku-buku mereka yang sudah berbahasa Indonesia. Misalnya, jenis buku anak-anak. Fenomena ini sudah terjadi dan dikhawatirkan bakal tidak terkendali dengan adanya keputusan pemerintah itu.
Lebih jauh, dia memandang, Indonesia telanjur salah kaprah memandang buku sebagai komoditas barang cetakan, seakan-akan tidak ada bedanya dengan komoditas, seperti semen atau cabai, dan seolah-olah tidak ada pertimbangan terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sementara, para penerbit luar negeri sadar bahwa Indonesia adalah pasar bacaan yang amat besar dan mereka telah siap untuk memasuki.
Buku selama ini pun merupakan produk yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Potensi pendapatan negara ada pada pajak bahan bakunya, pajak penghasilan para pelakunya, dan pajak final badan usahanya yang berada di Indonesia.
”Itu semua tentu hilang jika kita mengimpor buku dalam bentuk jadi. Kerugian akan (semakin) dirasakan oleh negara,” kata Arys.
Direktur PT Mekar Citra Lestari Rosidayati Rozalina, secara terpisah, berpendapat, pembaca buku impor tentu senang ketika pemerintah menyepakati buku masuk dalam kategori barang yang boleh diimpor langsung lewat platform e-dagang dengan harga di bawah 100 dollar AS. Namun, penerbit lokal akan punya pesaing global. Kendati sudah ada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, dibolehkannya impor buku langsung lewat platform lokapasar tetap bisa membuat konten- konten sensitif bebas masuk.
”Kabar itu sepertinya akan positif bagi pengelola lokapasar saja, sementara pemangku kepentingan lainnya (penerbit buku) masih bertanya-tanya sejauh mana dampak positif dan negatif. Bagi kami, pemerintah semestinya menyediakan kebijakan yang berdampak nyata bagi industri penerbitan dalam negeri,” ujarnya.
Ida mengusulkan beberapa. Misalnya, penegakan hukum bagi pembajak buku yang banyak beredar di lokapasar, peningkatan dukungan pemerintah terhadap penerbit dan penulis buku nasional ke pameran internasional, dan dukungan pendanaan penerjemahan supaya buku karya penerbit Indonesia lebih mudah dipasarkan ke luar negeri.
Dari sisi perangkat lunak, Ketua Bidang Aplikasi Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Djarot Subiantoro mengatakan, selama ini perangkat lunak yang harganya di bawah 100 dollar AS sudah biasa langsung dibeli masyarakat melalui laman perusahaan pengembang perangkat lunak dan akan segera memperoleh nomor identitas perangkat lunak, seperti Norton dan Kaspersky. Di Apple Store dan Google Playstore juga banyak terdapat aplikasi perangkat lunak dengan harga kurang dari 100 dollar AS dan bisa langsung dibeli.
”Perangkat lunak di bawah 100 dollar AS pasti menyasar ke pasar ritel. Dengan model bisnis turunan dari Apple Store dan Google Playstore yang hampir semuanya berbasis software as a service, belanja perangkat lunak sudah bergeser dari bisnis ke bisnis (B2B) menjadi bisnis ke konsumen (B2C) atau bisnis ke bisnis ke konsumen (B2B2C). Jadi, ketika pemerintah menyepakati perangkat lunak boleh diimpor langsung lewat platform e-dagang, keuntungannya seperti apa belum jelas,” katanya.
Djarot berpendapat, pemerintah lebih baik memberikan strategi pemajuan industri perangkat lunak dalam negeri. Pasar perangkat lunak sampai sekarang relatif lebih banyak didominasi produk dari luar negeri.
Kesepakatan empat kategori yang diizinkan untuk diimpor langsung melalui platform e-dagang dengan harga di bawah 100 dollar AS disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada awal November 2023. Kemudian, kesepakatan itu kembali dipertegas oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Selasa (12/12/2023) di sela-sela menghadiri kampanye Beli Lokal yang diselenggarakan oleh Tokopedia dan Tiktok di Jakarta.
Adanya kesepakatan itu sebenarnya adalah tindak lanjut dari Pasal 19 Ayat 4 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Isinya adalah barang dengan harga di bawah 100 dollar AS per unit diizinkan masuk langsung ke Indonesia dan penetapannya melalui hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga pemerintah non-kementerian terkait.
Dari empat kategori yang masuk kesepakatan tersebut, setidaknya ada 23 barang. Evaluasi akan dilakukan setiap enam bulan.
Baca juga: Jaringan Ikapi Daerah dan Penerbit Anggota Ikapi
Zulkifli juga mengatakan, pemerintah berupaya memperketat arus barang impor dengan pengawasan yang semula post border menjadi border terhadap delapan jenis barang konsumsi, antara lain elektronika, pakaian dan aksesori pakaian jadi, mainan anak, serta alas kaki (Kompas, 13/12/2023).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, sebagian besar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia merupakan pedagang. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki barang sendiri.
Hal yang harus disasar oleh pemerintah, menurut dia, adalah melindungi produsen dalam negeri. Dengan demikian, pemerintah perlu memiliki strategi pengembangan industri dalam negeri per tiap sektor.
”Kebijakan daftar barang boleh diimpor langsung melalui platform e-dagang (positive list) sebenarnya memiliki tujuan baik, yaitu mendorong transfer pengetahuan. Hanya saja, positive list harus diikuti dengan strategi industri,” ujar Faisal. [Oleh Mediana/Editor: Muhammad Fajar Marta]